Catatan Akhir Pekan: Kapan TKI Dihargai dengan Gaji yang Tinggi di Arab Saudi?

Beberapa hari yang lalu saya ngobrol dengan Mahmoed al-Mansi, seorang kebangsaan Jordan yang bekerja sebagai "mandub mubi'at" di sebuah pabrik plastik di Dammam. Dia mengatakan bahwa rangking gaji terbesar tenaga asing di Arab Saudi secara berurutan dari yang terbesar; Libanon, Jordan, Mesir, dan Syiria, kemudian negara Asia non Arab. Dia mulai menyebutkan India dulu, kemudian Pakistan, terakhir Bangladesh. Dalam hati saya, Indonesia urutan ke berapa?

Aha, ternyata dia melewatkan Indonesia, tetapi saat ingat saya berasal dari Indonesia, dia mau menyebutkan, buru-buru saya sela: "gaji pekerja Indonesia setelah India atau hampir setara dengan Pakistan." Hmm,, ini kan sekedar apologi aja seh, sebenarnya perlu pembuktian..... ;-)

Pendapat Mahmoed yg baru 2 tahun kerja di Saudi tsb, berdasarkan pengalamannya bergaul dengan sesama orang asing yg bekerja di Saudi, dan tentunya sedikit banyak tau dari informasi resmi, meski tidak menyebutkan Sudan dan Srilanka yang banyak pula menjadi tenaga kerja di sini. 

Sejatinya, peringkat penghargaan gaji terhadap seorang pekerja, secara umum di manapun di belahan bumi ini berdasarkan standar: kapabilitas skill (keahlian), experience (pengalaman), dan terakhir yg kadang menjadi penentu adalah performance (penampilan). Adapun latar belakang pendidikan (ijazah) bisa jadi penentu juga, kecuali di beberapa negara yg lebih menghargai "hasil" daripada secarik kertas ijazah.

Di Arab Saudi, memang sangat unik. Apa yang berlaku di dunia ketenagakerjaan pada umumnya, bisa jadi tidak berlaku di sini. Seperti contoh kecil, ada teman lulusan sarjana (S1), "terpaksa" dia mengiyakan pergi ke Arab Saudi dengan visa sopir untuk bekerja sebagai penejermah di sebuah kantor rekrutmen. Di lain tempat, di posisi yang sama, ada teman yang lulus SMP atau SMA, hanya karena tahu sedikit bahasa Arab, dia juga diangkat sebagai penerjemah. As we know, visa sopir dg kafil pribadi (pekerja domestik, non formal), ada standar gaji maksimal yang selamanya tidak akan bisa malampaui seseorang yang memegang visa teknisi atau mekanik, misalnya.

Yang unik dan menarik lagi, ada seorang TKW yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Arab Saudi, tak dinyana dia mahir berbahasa Inggris. Saya pernah menjumpai sendiri dan berbincang-bincang. Menurut teteh dari daerah Jawa Barat ini, dia terbang ke Arab Saudi jadi TKW karena ada rencana menikah dengan orang Kuwait.... glek....!

Sehebat apapun diri kita, dengan ijazah setinggi manapun, pengalaman dan penampilan ok, tapi berangkat ke Arab Saudi dengan visa tenaga kerja domestik (sopir/pembantu rumah tangga), jangan pernah bermimpi mendapatkan gaji melebihi seseorang yang memegang visa akunting meski lulusan SMA. Kecuali, ini pengecualian ya, jika ada keterikatan spesial antara kafil dan makful 'alaihi (pekerjanya). Seperti kalau sopir dijadikan "tangan kanan" kafil-nya dalam menggerakkan dunia bisnisnya, atau kalau pembantu (TKW) dinikahi ama kafil-nya, baru gajinya bisa berlipat-lipat melebihi mudir maktab istiqdam.... ;-)

Jadi, dari pada menuntut dengan demo atau menjelek-jelekkan pemerintah karena dianggap tidak becus "mengakomodasi" keinginan rakyat, lebih idealnya kita perketat standar kepatutan dan kelayakan seseorang yang akan berangkat menjadi sopir dan pembantu di Arab Saudi. Misalnya, jika kita siap menjadi sopir rumahan atau pembantu rumah tangga di Arab Saudi, maka harus mengerti benar kultur dan budaya Arab. Kedua, kita mampu berkomunikasi dengan bahasa orang setempat. Ketiga, kita tahu betul hak dan kewajiban sebagai seorang TKI. Keempat, paham problem solving. Minimal, jika empat prasyarat ini ada sebelum TKI diberangkatkan, niscaya tidak akan lagi TKI kaburan, penampungan ilegal, hatta "membuka cabang" prostitusi di negeri orang, wal 'iyadzu billah. Muskilah-nya, mayoritas TKI kita substandard dalam hal kepatutan dan kelayakan ini. Sudah tahu begitu pula, oknum-oknum dari keluarga terdekat (sponsor) hingga kantor rektrutmen (PJTKI) selalu memancing di air keruh; yang penting fulush, yang peting TKI terbang, yang penting minimal bertahan 3 bulan di Arab dan kepentingan-kepentingan lainnya yang mengorbankan nyawa manusia![]