Antara Wanita di Sini dan di Sana

Alhamdulillah, baru saja kembali ke domitori di Dammam, setelah 5 hari menunaikan ibadah umrah. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, selama tinggal di Arab Saudi, selalu diberikan kesempatan usia dan rezeki oleh Allah ta'ala untuk mengunjungi Baitullah Masjidil Haram di Makkah. Tahun ini, rombongan yang saya ikuti tidak berziarah ke Masjid Nabawi di Madinah al-Munawwarah. Dan tahun ini pula, kaum muslimin yang umrah di Haram terasa lebih ramai daripada tahun-tahun sebelumnya. Alhamdulillah juga, masih dapat merayakan lebaran Idul Fitri dengan shalat Ied bersama jutaan kaum muslimin di Masjidil Haram Makkah, yang pahala melaksanakan shalat di Haram Makkah dilipatkgandakan 100 ribu kali lipat dari pada shalat di masjid lainnya.

Ada banyak catatan yang ingin saya tuangkan dari perjalanan umrah tahun ini. Tapi saya ingin batasi pada tulisan kali ini tentang fenomena lebaran yang kontradiksi antara di sini (Arab Saudi) dan di sana (negeri tercinta Indonesia).


Di antara kontradiksi tersebut, adalah pakaian wanita. Teman-teman rombongan umrah yang selalu bersama dengan saya selama di hotel maupun saat beribadah di Haram, sering tergoda dengan paras ayu muslimah yang sebagiannya tidak menutup wajahnya. Karena hukum di Masjidil Haram berbeda dengan masjid lainnya, sehingga lelaki bisa mudah bertemu atau berdekatan dengan wanita meskipun di dalam masjid hingga saat shalat sekalipun.

Nah, di Hari Idul Fitri 1 Syawwal 1433 H kemarin, anak-anak perempuan penduduk Makkah tampak bernampilan berbeda dari hari-hari biasanya. Memang, sebagaimana sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, di Hari Raya umat Islam, disunnahkan menggunakan pakaian yang terbaik (meskipun tidak harus baru) dan wewangian guna bersuka cita. Karenanya, anak-anak Saudi, tampil dengan berbagai macam aksesoris pakaiannya.

Yang menarik perhatian  bagi saya, adalah anak-anak perempuan berkulit hitam. Mereka, selain memiliki kulit berwarna gelap, tetapi juga manis dan lucu. Tetapi sebagian dari mereka, menurut saya, juga norak (ini masalah selera mode, sangat relatif, setiap orang bisa berbeda-beda). Di antaranya menggunakan pakaian yang berwarna cerah dengan pernak-pernik pita yang berwarna-warni pula di rambutnya. Ada yang bernampilan bak bidadari dengan gaun serba putih, sehingga kontras dengan warna kulitnya yang hitam legam. Tidak ketinggalan, 4 orang anak perempuan yang satu keluarga bisa kompak dengan warna dan corak pakaiannya.

Mereka itu semua rata-rata dibiarkan terbuka, tidak menutup aurat (belum menjadi kewajiban, karena masih kecil, belum baligh). Makanya, tidak heran yang menggunakan gaun leher dan lengannya terbuka (model u can see, kata orang) sehingga menambah jelas hitamnya kulit anak-anak tersebut. Tetapi, terbalik dengan para wanita yang menginjak dewasa, minimal sudah mau tamat tingkat SD (ibtidaiyah) atau di SM-SMA (Tsanawiyah), anak-anak Saudi dipastikan tidak mengumbar aurat seperti anak-anak yang belum baligh tersebut. Mereka yang sudah mulai dewasa, menutup rapat-rapat auratnya, hingga wajahnya disembunyikan di balik burqa sama sekali, atau hanya diperlihatkan kedua matanya yang tajam di balik kain hitam burqa.

Ketika menyaksikan pemandangan tersebut, teman-teman yang selalu bareng dengans saya, mulai nyeletuk, kalau di Tanah Air kita, pamandangannya terbalik. Lho kok? Iya, anak-anak Indonesia banyak yang ditutup manis dengan kerudung warna-warni dan baju yang menutup dari atas hingga bawah, tetapi justru yang dewasa malah buka-bukaan. Kalaupun menggunakan jilbab, maka jilbabnya dengan model gaul yang seksi, seperti lekukan badan dari dada hingga kaki terlihat. Ini orang bilang, jilbab lontong, karena kain cuma nempel dan menunjukkan semua bagian tubuhnya. Dan bagian bawahnya, yang sering lebih parah, dengan celana jeans yang ketat, yang kadang, maaf, celana dalamnya terlihat karena bajunya terangkat sementara celananya melorot. Inilah yang saya maksud "antara wanita di sini dan di sana" ada yang berbeda.

Hadits dari Ummu ‘Athiyyah radhiallahu’anha :
أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم أن نخرج ذوات الخدور يوم العيد قيل فالحيض قال ليشهدن الخير ودعوة المسلمين قال فقالت امرأة يا رسول الله إن لم يكن لإحداهن ثوب كيف تصنع قال تلبسها صاحبتها طائفة من ثوبها

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan wanita yang dipingit (juga wanita yang haid) pada hari Ied, untuk menyaksikan kebaikan dan seruan kaum muslimin. Kemudian seorang wanita berkata: ‘Wahai Rasulullah jika diantara kami ada yang tidak memiliki pakaian, lalu bagaimana?’. Rasulullah bersabda: ‘Hendaknya temannya memakaikan sebagian pakaiannya” (HR. Abu Daud, no.1136. Dishahihkan Al Albani di Shahih Abi Daud)

Ternyata salah satu faidah hadits ini yaitu: jilbab wanita muslimah itu semestinya lebar. Kalimat تلبسها صاحبتها طائفة من ثوبها dapat dimaknai juga ‘hendaknya temannya memakaikan sebagian pakaian yang dipakainya ’. Sebagaimana kata Syaikh Ibnu Jibriin:
فهو يدل على أن الجلباب رداء واسع قد يستر المرأتين جميعًا
“Hadits ini menunjukkan bahwa jilbab itu berupa rida’ yang lebar, saking lebarnya terkadang bisa cukup untuk menutupi dua orang wanita sekaligus”

Wahai muslimah Indonesia..... aku merindukanmu mengikuti sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. [Dammam, 3 Syawwal 1433 H]

2 comments:

  1. alhamdulillah.....sedari kecil sudah pake jilbab....keep istiqomah and barakallahufik

    ReplyDelete