Catatan Akhir Pekan: Belajar Hidup & Kehidupan

Orang sukses, waktunya 24 jam sehari. Orang gagal, waktunya juga 24 jam. Orang kaya atau miskin, sama-sama memiliki waktu 24 jam. Orang yang bekerja di dalam negeri dan yang di luar negeri (TKI), mereka semuanya diberi jatah waktu yang sama. Bedanya, ada yang memanfaatkan setiap detik waktunya menjadi berharga, sementara yang lain waktu berlalu sia-sia. Adakah perbedaan di antara kita dalam mengelola waktu meskipun sama-sama sebagai TKI di Arab Saudi?

Menjadi TKI rumahan sebagai sopir (sawwaq) atau pembantu rumah tangga (khaddamah) di rumah kafil (majikan), bukanlah halangan untuk menjadi seorang pengusaha. Sudah banyak contoh, di tengah kesibukan dan padatnya pekerjaan yang harus stand by 24 jam untuk majikannya, TKI ternyata ada yang mampu mengumpulkan ribuan riyal melebihi gaji pokoknya sebagai sawaaq atau khaddamah. Mana bisa? 

Saya mengenal beberapa rekan TKI yang kini merasakan manisnya penghasilan dari memproduksi tempe dan bakso atau yang berjualan makanan khas Indonesia seperti pecel, dsb. Keadaan sawwaq dan khaddamah di setiap kafil memang tidaklah sama. Ada yang pandai bersyukur, mendapatkan majikan yang memberikan cukup kelonggaran waktu dan tempat untuk kegiatan lain dari pekerjaan rutinnya. Di antara mereka tersebut, mencoba usaha produksi tempe kemudian didistribusikan ke beberapa baqolah (warung) yang menjual bahan makanan Indonesia. 

Sebut saja namanya Wahid. Saya tidak melihat keistimewaan pekerjaan sehari-harinya, sama persis dengan sawwaq di Arab Saudi pada umumnya.  Karena menikmati sebagai TKI, tidak terasa Wahid mengaku telah 11 tahun di Negeri Haromain dan bekerja di majikan yang sama sejak awal. Naluri bisnis dan melihat peluang usaha yang ada, menjadikan dia semangat untuk menggali potensinya. Di antara pengaturan waktunya, dia rela menyedikitkan waktu tidur di malam hari dan mencuri waktu di luar waktu misywar majikannya untuk mendistribusikan tempe hasil produksinya. Menurutnya, hasil produksinya tersebut hingga diekspor ke Bahrain. Maklum, negeri Bahrain tetangga dekat dengan Dammam, Arab Saudi. Dari usaha ini, dia mampu mengirim uang hingga 6 ribu riyal untuk keluarganya di Indonesia, maa syaa Allah!

Jika Wahid bisa, kenapa Anda tidak? Dan kenapa saya tidak bisa pula? Dan, daripada Anda habiskan waktu dengan yang hal yang kurang berfaedah, apakah tidak lebih baik memanfaatkan waktu seperti contoh di atas? Dan saya juga akan menirunya, meskipun tetap memberikan porsi untuk menuntut ilmu agama dengan menghadiri pengajian setiap minggu di Islamic Center. 

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al-Qoshosh: 77)


No comments:

Post a Comment